Jumat, 31 Desember 2010

Reflection PART TWO: JOGLO SEMAR (Jogja, Solo, dan Semarang) 3 days and 1 night

Dari Stasiun Tawang Semarang, kita pun berencana melanjutkan perjalanan ke Mesjid Agung Provinsi Jawa Tengah. Kalau liat di tipi-tipi kayaknya itu Mesjid  megah banget, makanya tujuan kita mau kesana dulu. Dan kita ga tau mau naik apa kesana, ada beberapa pilihan angkutan sih, angkot, ojek, atau taksi. Akhirnya kita bertanyalah kepada bapak-bapak security yang bertugas di Stasiun Tawang itu, bapak itu menyarankan pakai taksi atau ojek saja, soalnya kalau pakai angkot ribet, perlu beberapa kali, takut pusing sendiri katanya, secara kita baru datang ke Semarang.

Akhirnya, kita pun memilih untuk memakai taksi untuk sampai ke Mesjid Agung Provinsi Jawa Tengah itu, tadinya mau pakai BlueBird, tapi takut kemahalan ntar, akhirnya pakai taksi biasa aja, ehhh malah masih mahal juga, pakai taksi ini di argo cuma sekitar Rp.15.000-an, tapi kita bayar Rp. 25.000, soalnya pas awal tadi kita tawar menawarnya ga pake argo, Ya Salam, rugi deh kita (Pesan Moral: lain kali pakai argo aja lah kalau mau pakai taksi, Blue Bird tapi taksinya yah biar terpercaya).

Pertama masuk gerbang Mesjid Agung tersebut, kesan “wow” membuat saya dan sahabat saya terpana dengan arsitek bangunan Mesjid yang begitu anggun tersebut, saya sih sempat berpikir kalau lengkungan setengah lingkaran yang berada di depan Mesjid hampir mirip bangunan Colloseum di Italia yang diadaptasi, hehehe keren we lah J. Indahnya Mesjid tersebut menyebabkan kenarsisan diri ini untuk berfoto-foto semakin menjadi.Tadinya, kita mau naik menara Mesjid itu, tapi berhubung belum dibuka, jadi aja ga jadi, habis kita kesana kepagian sih.

Awalnya, sesampai di Mesjid Agung Provinsi Jawa Tengah tersebut, saya dan Meli berencana setelah berfoto-foto, kita mau numpang mandi. Pikiran kita Mesjid yang bagus dan megah, apalagi di tingkat provinsi pastilah memiliki fasilitas kamar mandi yang yahud juga. Tapi eh ternyata, dimana ada kelebihan disana ada kekurangan yah, hmmm masa keran–keran air untuk berwudhu yang segitu berderet panjangnya tidak ada yang menyala satu pun, lalu kita pun masuklah ke kamar mandi nya, eh tak tau nya hmmm ga seperti yang dibayangkan, intinya jadi ga mood untuk mandi deh. Dan kita pun mengubah rencana untuk segera menemukan penginapan, agar bisa mandi sepuasnya, dan juga bisa menyimpan ransel yang segini beratnya dengan aman, maklum banyak tempat yang belum dikunjungi.

Lalu segeralah kita meluncur ke arah kawasan Simpang Lima Semarang untuk mencari penginapan yang sebelumnya telah sahabat saya googling bahwa di daerah Simpang Lima dekat Ramayana ada Wisma Bapelkes, yang mempunyai harga bersahabat. Namun, tahukah kalian? (hahahaha pengen ketawa dulu), ternyata wisma itu sudah berganti dengan bangunan yang kokoh, bukan tempat peginapan lagi tapi. Hmmm pantas saja tadi ditelepon tidak ada nada sambungnya.ckckckck.Pegel lah punggung kita membawa-bawa ransel besar ini. Akhirnya kita pun memutuskan untuk berkeliling mencari penginapan di daerah Simpang Lima (kebayang dong pegelnya ini punggung dan kaki). Kita pun kesana kemari berkeliling-keliling mencari penginapan, tapi belum berhasil juga T.T. Dan kita pun sampailah di suatu Mesjid (lupa lagi namanya uy) pokoknya ada di komplek perumahan deket Simpang Lima aja, kita pun memutuskan untuk berhenti dulu, untuk beristirahat sejenak.

Nah, sebelum berangkat, sahabat saya tersebut bertanya kepada marbot mesjid tersebut, dimana penginapan di daerah Simpang Lima yang bersahabat, dan bapak tersebut menunjukkan penginapan di daerah jalan Erlangga. Akhirnya kita pun pergi ke tempat yang ditunjukkan oleh bapa itu, memakai becak, karena kita ga tau jalan juga.Saat ditanya sama tukang becaknya, apakah sudah sering ke penginapan ini, kita jawab aja iya, hi.hi.hi, padahal mah boro-boro.

Sekitar pukul setengah sembilan kita pun udah chek in, semua kamar udah penuh, kecuali satu kamar lagi yang kamar mandinya di luar, ya sudahlah dak apa-apa dari pada susah payah lagi nyari penginapan. Dan karena kita chek in jam 9 pagi, maka sewa kamar pun dihitung menjadi 2 hari, seharga Rp 150.000. Akhirnya kita pun mandi dan tidur sebentar, lalu dilanjutkan dengan jalan-jalan keliling Semarang dalam sehari.

Tempat yang kita kunjungi selanjutnya adalah Lawangsewu. Jika kita ingin mengunjungi Lawangsewu dari daerah Simpang Lima, kita bisa naik angkot warna orange jurusan ke PasarJohar kalau ga salah hehe, ongkosnya cuma Rp.2000 kok, kalo diminta lagi tambahin aja 500, lagian cuma sebentar kalau dari Simpang Lima ke Lawangsewu. Jangan lupa slogan malu bertanya sesat di jalan yah, biar ga nyasar nantinya.

Letak Lawangsewu berada di kawasan Tugu Muda (kalau ga salah lagi hihi), disana juga ada Gereja Katedral Randusari dan bangunan peninggalan Belanda yang sampai saat ini masih kokoh berdiri, namun kita hanya melihat saja dari luar, tidak masuk ke dalam.

Lawangsewu jika diartikan adalah seribu pintu, namun bukan berarti tempat di bangunan Lawangsewu itu mempunyai seribu pintu, karena pemandunya bilang orang Jawa memang begitu saking banyaknya pintu di tempat ini jadi aja disebut Lawangsewu alias seribu pintu. Lawangsewu waktu kita datangi kemarin itu sedang di renovasi, katanya mau difungsikan lagi sebagai Kantor Kereta Api, jadi pas kita kesana agak-agak berdebu gitu deh, secara Semarang waktu itu juga sedang panas. Masuk Lawangsewu terlebih dahulu kita harus membeli tiket masuk Rp 10.000 beserta bayar jasa pemandu Rp 10.000 jadi totalnya adalah Rp 20.000. Masuk ke Lawangsewu harus bersama pemandu katanya, jangan secara mandiri.

Ketika giliran kami masuk Lawangsewu bersama pemandu, kami dinasihati jangan melamun. Disana kita lihat kamar-kamar, aula-aula, barang-barang peninggalan Belanda dsb. Letak Lawangsewu ini berbentuk letter U. Di bagian bawah kami diperlihatkan penjara bawah tanah zaman dulu, hmm namun kami ga mau masuk, selain karena harus bayar lagi Rp 15.000 (untuk bayar pemandu+sewa sepatu boot+lampu senter), saya memang ga tahan dengan udara pengap bawah tanah (hmm sebenernya sih serem sama aura mistisnya karena lokasi ini pernah dijadikan syuting film horor dan acara hantu hihihi walau ga pernah nonton juga).

Petualangan di Lawangsewu pun cukup sudah, kita pun harus melanjutkan perjalanan selanjutnya yaitu ke kawasan Kota Lama. Namun sebelum itu kita harus sholat dhuhur dulu, untunglah ada Mesjid yang agak besar di dekat Lawangsewu, kita pun numpang sholat lagi, di jamak qoshor tentunya dhuhur dan ashar, karena kita sedang dalam perjalanan toh.

Selesai sholat, kita pun melanjutkan perjalanan ke Kota Lama. Ada beberapa alternatif angkutan menuju kesana, ada angkot, ada damri jurusan ke Turboyo atau bisa bis CSR yang ukuran ¾ jurusan ke Turboyo juga, intinya jangan lupa bertanya sama penduduk sekitar, mereka pada baik kok.

Kita pun akhirnya memakai Damri dengan ongkos Rp 2500 dari daerah Lawangsewu.       Dan diturunkanlah kita di daerah Kota Tua. Wah sebenarnya sih kita masih bingung juga mau ngapain kita di kawasan Kota Tua ini, yang bener-bener tua dan hampir tak terawat bangunannya. Sebagian gedung-gedung disini sudah ada yang mencorat-coretnya dengan pilok, namun sebagian gedung di Kota Tua ini masih ada juga yang dimanfaatkan untuk kantor surat kabar, gedung diknas dll. Baguslah jadi masih ada yang merawatnya pikir saya. Lalu kita pun berjalan lagi terus sampai akhirnya bertemu dengan gereja yang sudah ada sejak jaman Belanda, namanya yaitu gereja Blenduk. Waktu kita kesana mereka sepertinya mereka baru selesai acara Natalan. Dan kebetulan di depan gereja itu ada pos polisi, jadi kita mau bertanya jalan dulu nih sama pak polisi supaya tidak nyasar.

Setelah bertanya jawab dengan pak polisi hampir setengah jam lamanya, kita yang awalnya hendak pergi ke Kuil Sam Po Kong ga jadideh, karena tempatnya masih jauh kalau dari Kota Tua. Akhirnya kita memutuskan untuk meneruskan perjalanan ke pasar tradisional Johor. Nah kalo ke pasar ini, jalan juga deket kalo dari Kota Tua. Selain itu banyak tempat bersejarah yang dapat kita kunjungi.

Kemudian berjalanlah kita dari daerah Kota Tua ke kawasan Pasar Johor sekitar 1 km kurang kali yah. Di daerah pasar Johor ini kita bisa lihat titik O km nya kota Semarang, ada juga Kantor Pos Besarnya yang konon katanya bersejarah juga, lurus dari Kantor Pos Besar kemudian belok kiri kita sudah masuk kawasan Pasar Johor, kita pun terus berjalan sambil mencari-cari wilayah Pecinan yang katanya dekat Pasar Johor. Dan akhirnya kita menemukan Mesjid Agung Kota Semarang nya loh di kawasan ini, Mesjid ini dekat dengan jalan Kauman yang juga dekat dengan Pasar Johor. Lah akhirnya ibarat kata sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Tak lupa kita pun mengmbil gambar di tempat-tempat tadi.Daerah Kauman di Semarang, kebanyakan penduduknya orang-orang Arab keturunan. Disana juga banyak toko buku, percetakan buku, dan toko perlengkapan haji yang juga dimiliki oleh orang-orang keturunan Arab itu. Untuk kenang-kenangan, saya pun membeli buku di salah satu toko buku di jalan Kauman ini.

Setelah bertanya jalan kepada penduduk sekitar mengenai arah jalan ke daerah Pecinan, kita pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki ke daerah Pecinan tersebut, karena jaraknya dekat dari jalan Kauman itu. Kita pun tiba di daerah Pecinan tersebut sekitar pukul kurang dari setengah 5 sore. Karena kita ingin mencicipi wedang jahe, dan kebetulan di depan daerah Pecinan itu kita membaca ada warung bertuliskan “Warung Wedang dan Nasi”, maka tanpa babibu lagi kita pun mampirlah ke warung tersebut. Terjadilah percakapan diantara kami:

Saya: pak, wedang nya dua.

Pak pedagang: ya, wedang teh?

Saya: (sambil berpikir) (wow bapak ini tau aja kalau kita dari daerah Jawa Barat, sampai dipanggil “teh” segala, kebaca kali yaa dari raut wajah kita juga, pikir saya)

Pak pedagang: (langsung bikin air teh manis panas) ini mbak wedangnya.

Saya dan Meli: (bisik-bisik) (M= loh kok, dikasih teh anget sih, kita kan pesennya wedang bukan teh anget) (S= padahal tadi saya pesen wedang loh bukan teh anget) (M= coba pesen wedang lagi) (S= meli aja deh yang pesen)

Meli: mmm pak bikin wedangnya lagi satu

Pak pedagang: wedang apa ya mbak, mbak memang nyarinya di toko mana?

Saya dan Meli: (gubragkkkkk) jelas-jelas itu tulisan di spanduk warung adalah “Warung Wedang dan Nasi”, helowwwww pasti ada yang salah paham disini..

Dan belakangan kita tahu kalau wedang dalam bahasa Jawa itu artinya air panas/anget, Ya Salam, pantesan aja kita dikasih teh manis anget, dan kita dipanggil “teh”. Maksudnya pak pedagang ketika ngobrol “wedang teh?” itu adalah “air teh anget?”. Dan dengan polosnya kita iya in aja, karena kita pikir teh itu untuk panggilan teteh (in sundanese) hahahahahaha ngakak deh kalo inget cerita ini lagi, sotoy sih kita :D

Selepas dari warung depan Pecinan itu, kita tadinya ingin ke Semawis (Semarang untuk Wisata) yang juga masih di kawasan Pecinan. Jadi, Semawis itu seperti tempat jajanan di daerah Pecinan, banyak kios-kios makanan yang buka. Namun buka nya dari pukul 5 sore, sedangkan pas kita tiba kesana baru pukul setengah 5 sore an, dan pedagangnya baru saja siap-siap untuk buka stand nya. Hmmm dari pada nanti sampai ke penginapan kemaghriban, walhasil kita cuma lewat aja deh di Semawis ini.

Dari Semawis, kita berjalan mencari angkot lagi ke arah Simpang Lima. Sesampainya di Simpang Lima, kita mencari makan dulu, karena setelah dipikir-pikir ternyata kita belum makan dari pagi, hanya baru jajan surabi solo dan jus kalau ga salah. Hmmm akhirnya kita pun makan lah di daerah Simpang Lima, banyak banget pedagang di situ, kita sampai bingung pilih yang mana, namun ya itu tadi nemu nya kalau ndak baso, tahu campur, es campur, nasi soto, laaa ya itu mah di daerah saya juga banyak. Tapi karena kelaparan kita makan tahu campur saja, dan es teh (tentunya teh di jawa manis ya, jadi ga usah nyebut es teh manis).

Setelah beres makan, kita pun berniat untuk mencari Lumpia khas nya Semarang, Ya Salam, sepanjang jalan dari siang tadi kita ga nemu Lumpia nya Semarang dong, padahal pengen banget (dan kita baru tau esok hari nya, kalau mau menacari Lumpia Semarang, bisa di cari di daerah jalan Mataram, tidak jauh dari Simpang Lima). Akhirnya karena sudah maghrib, maka kita pun sholat dulu di Mesjid Besar yang ada di dekat Simpang Lima. Nah bila dilihat dari tingkat atas Mesjid ini, kawasan Simpang Lima bisa terlihat dengan indahnya, kemerlap lampu-lampu kota menyelimuti wilayah ini.

Selesai sholat, kita pun menjelajahi lagi kawasan Simpang Lima untuk mencari Lumpia, akhirnya setelah berkeliling kesana kemari bertemu pula lah kita dengan pedagang gorengan lumpia ini, ada lumpia goreng, ada tahu petis, tahu sisir,tempe mendoan dll saking banyaknya ga hapal. Karena nafsu membara kita pun membeli teramat banyak padahal hanya untuk dua orang. Akhirnya sebagian kita bagikan saja pada tukang becak, yang kebetulan berada disamping kami yang sedang makan hihihihi. Setelah makan, pulang deh kita ke penginapan untuk meluruskan badan, dan merencanakan perjalanan esok hari menuju ke kota nya Gesang, sang pencipta Bengawan Solo. Apalagi namanya kalau bukan Kota Surakarta atau kota Solo.

Nah , ditunggu yaaa tulisan tentang Solo selanjutnya, hihihihi, insa Alloh secepatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hadiah Ulang Tahun dari Anakku

Alhamdulillah syukur tak terhingga atas nikmat-nikmat Alloh yang diberikan hingga detik ini. Alhamdulillah Alloh amanahkan kepada kami anak ...